KEBEBASAN ADALAH KEINDAHAN

Alam semesta secara factual adalah warna warni, beragam,  plural, muta’addidah. Dalam warna-warni ada keindahan, dalam keragaman ada rahmat dan dalam pluralitas ada dinamika kehidupan.Realitas alamiah semesta itu menunjukkan bahwa tidak ada makhluk yang sama di muka dunia ini sejak ia diciptakan Tuhan sampai hari ini dan mungkin sampai kiamat. Maka siapapun tak bisa mengingkarinya. Pengingkaran adalah penolakan terhadap Kehendak Tuhan. Yang ada adalah kemiripan, keserupaan dan seakan-akan. Semua diciptakan Tuhan untuk kebahagiaan manusia. Isi pikiran, hati, kehendak dan bahasa manusia juga berbeda-beda.Meski ia berbeda, tetapi semua dan setiap manusia ingin bahagia. Dan ini tak bisa dipaksakan. Karena itu siapapun sejatinya tidak bisa memaksakan kehendaknya, keyakinannya dan pilihannya kepada orang lain apalagi dengan menggunakan cara-cara kekerasan, karena itu berarti merenggut hak-hak dasarnya.

Bahkan tidak juga Nabi tak bisa dan tak boleh memaksa. Kepada kekasih-Nya itu, Dia bilang: “Kamu tidak punya hak memaksa mereka”, (Qs. Al-Ghasyiyah [88]: 22). Ketika Nabi bersedih karena ada keluarga yang dicintainya tidak mau mengikuti agamanya, padahal ia sangat menginginkannya, Tuhan segera menegurnya: “kamu (Muhammad) tidak bisa memberikan petunjuk (keimanan) orang yang kamu cintai tetapi Tuhanlah yang memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dikehendakinya”. (Qs. Al-Qashash [28]: 56). Ketika Alî bin Abî Thâlib berjalan-jalan dan melihat orang-orang Yahudi sedang beribadah di kuil mereka, ia teringat kata-kata Nabi saw agar membiarkan mereka mengabdi kepada Tuhan dengan caranya sendiri. Alî mengatakan: “Umirna an Natrukahum wa ma Yadinun” (kami diperintahkan membiarkan mereka bebas menjalankan keyakinannya).
Dalam fakta keseharian, kadang ada orang atau orang-orang (komunitas) ingin agar orang/komunitas lain seperti diri/komunitasnya, karena menurut diri/komunitasnya pilihan jalan hidupnya adalah tepat dan akan membahagiakannya. Ia ingin agar kebahagiaan itu tidak hanya milik atau dirasakaan dirinya. Dia/mereka konon, ingin membagi kebahagiaan itu. Boleh jadi kebahagiaan itu hanyalah bayangan saja yang diyakininya sebagai sebuah kepastian, karena katanya, itu pilihan atau kehendak Tuhan, sebagaimana yang difirmankan-Nya, dan kehendak Tuhan adalah kebenaran semata.
Ini adalah wajar saja dan sangatlah manusiawi. Akan tetapi Tuhan memberikan cara atau jalan untuk kehendak atau keinginan manusia itu. Tuhan mengatakan : “Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan ‘hikmah’ (ilmu pengetahuan) dan pikiran yang baik (berdiskusi) dan ajaklah mereka berdialog (berdebat) dengan cara yang lebih baik”. (Qs. Al-Nahl (16):125). Sesudah itu biarkan mereka memilih sendiri. Tuhan mengatakan; “Tidak (boleh) ada pemaksaan dalam (memilih) agama. Telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat”. (Qs. Al-Baqarah (2): 256).
Ini berarti Tuhan menyatakan, silakan ajak mereka, tapi jangan dengan memaksa dan dengan jalan kekerasan. Sia-sia. Pilihan pikiran dan hati tak bisa dipaksakan. Pikiran adalah getaran-getaran lembut yang liar. Rumi mengatakan : “ tak ada kuasamu menyingkirkan pikiran itu, meski dengan sejuta tetes keringat dan sampai otot meregang-tegang”.
ليس فى وسعك ابعاد تلك الفكرة بمائة الف جهد وسعى
Begitulah, maka penggunaan kekerasan, ancaman dan pemaksaan terhadap orang lain untuk menerima atau meyakini suatu pilihan atas sebuah pandangan, pendapat atau keyakinan keagamaan, tentu bukanlah jalan yang dikehendaki Tuhan. Kita diminta Tuhan semata-mata untuk menawarkan satu bentuk atau jalan kebahagiaan, seperti yang disampaikan-Nya kepada Nabi. Tawaran yang menarik hati orang adalah ketika dia mampu bicara manis, seperti dicontohkan Nabi yang mulia. Dan tawaran yang menarik hati adalah ketika dia disediakan berbagai pilihan, berbagai warna, bagai di taman bunga, dan disambut dengan senyum dikulum, dan tidak dengan menghunus pedang.

REPRO:
(Husein Muhammad, Cirebon, 22-09-10)

0 komentar:

Posting Komentar

أتباع